ARDHIII'S BLOG

ARDHIII'S BLOG

Rabu, 05 Maret 2014

STRATEGI PERTAHANAN 
NEGARA INDONESIA

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU MATA KULIAH
 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4
           
*      ZALSA AMALIA/ 3211131027
*      MALIHAH/ 3211131029
*      ARDIAN EKA PUTRA/ 3211131030
*      LUKY ANJA KUSUMA DEWI/ 3211131032
*      TETY KARMILAH/ 3211131033
*      SITI NURDIANI PUJI ASTUTI/ 3211131034
*      SITI EVA ROHANA/ 3211131035

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
BABI
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Sebagai suatu bangsa yang berada di dalam lingkungan dunia yang luas bersama - sama dengan bangsa bangsa lain, maka dalam perjuangan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, tidak dapat dihindari bahwa bangsa Indonesia mempunyai kepentingan-kepentingan yang bisa berbenturan dengan kepentingan bangsa lain. Dalam keadaan demikian, bangsa Indonesia yang cinta damai mengutamakan penyelesaian melalui perundingan dan diplomasi. Tetapi disebabkan karena tiada satu pun kekuatan di dunia yang dapat menjamin bahwa bangsa lain tidak akan menggunakan perang sebagi cara penyelesaian, maka bangsa Indonesia harus menjalankan upaya pertahanan dan keamanan untuk membela dirinya dari berbagai bentuk ancaman perang yang bisa dilancarkan terhadapnya oleh bangsa lain.
Sejauh menyangkut ancaman militer dari luar, tidak diragukan bahwa peningkatan kemampuan militer (modernisasi dan profesionalisasi) merupakan sa1ah satu pilihan. Namun, selain karena pertimbangan ekonomi, peningkatan kekuatan militer selalu mengundang kecurigaan pihak lain, terutama jika hal itu dilakukan dengan lebih banyak memberikan prioritas pada modernisasi senjata-senjata ofensif.  Sehingga mempelajari masalah Hankamnas tidak hanya pada pelaksanaannya saja, melainkan harus juga mulai dari persiapan sampai dengan mengatasi akibatnya dan mecegahnya. Dalam persiapan ini harus disusun dan di tentukan suatu pedoman bagaimana meningkatkan Hankamnas dalam rangka Ketahanan Nasional, dengan sarana-sarana apa dan bagaimana penggunaannya untuk dapat mencapai tujuan.
1.2. Tujuan Penulisan Makalah

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:
1. Pengertian Pertahanan Negara?
2. Definisi Keamanan Negara?
3. Pertahanan terhadap Keamanan Neagara?
4. Komponen Pertahanan Negara?
5. Redifinisi Doktrin, Pembagian Wewenang dan Strategi Pertahanan ?

1.3. Identifikasi Penulisan Makalah

1.Pengertian Pertahanan Negara
2. Definisi Keamnan Negara
3. Pertahanan terhadap Keamanan Neagara
4. Komponen Pertahanan Negara
5. Redifinisi Doktrin, Pembagian Wewenang dan Strategi Pertahanan











BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Pengertian Pertahanan Negara
Pertahanan negara disebut juga pertahanan nasional adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara.
Pertahanan nasional merupakan kekuatan bersama (sipil dan militer) diselenggarakan oleh suatu Negara untuk menjamin integritas wilayahnya, perlindungan dari orang dan/atau menjaga kepentingan-kepentingannya. Pertahanan nasional dikelola oleh Departemen Pertahanan. Angkatan bersenjata disebut sebagai kekuatan pertahanan dan, di beberapa negara (misalnya Jepang), Angkatan Bela Diri.

2.2. Konsep pertahanan nasional
Konsep ini ditujukan kepada menggagalkan usaha rencana agresi dan subversi dini musuh dengan jalan:
1) Menghancurkan dan melumpuhkan musuh diwilayahnya (kandangnya) sendiri.
2) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh dalam perjalanan menuju Indonesia.
3) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh di ambang pintu masuk wilayah perairan dan udara Indonesia.
4) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh jika musuh berhasil masuk wilayah perairan dan udara Inodnesia.
5) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh jika musuh berhasil mengadakan aksi-aksi pendaratan.
6) Menghancurkan atau melumpuhkan musuh jika musuh berhasil menduduki sebagian daratan

2.3. Definisi Keamanan Negara
Keamanan merupakan istilah yang secara sederhana dapat dimengerti sebagai suasana "bebas dari segala bentuk ancaman bahaya, kecemasan, dan ketakutan". Dalam kajian tradisional, keamanan lebih sering ditafsirkan dalam konteks ancaman fisik (militer) yang berasal dari luar. Walter Lippmann merangkum kecenderungan ini dengan pernyataannya yang terkenal: "suatu bangsa berada dalam keadaan aman selama bangsa itu tidak dapat dipaksa untuk mengorbankan nilai-nilai yang diaggapnya penting (vital) ...dan jika dapat menghindari perang atau, jika terpaksa melakukannya, dapat keluar sebagai pemenang. Karena itu, seperti kemudian disimpulkan Arnord Wolfers, masalah utama yang dihadapi setiap negara adalah membangun kekuatan untuk menangkal (to deter) atau mengalahkan (to defeat) suatu serangan. Dengan semangat yang sama, kolom keamanan nasional dalam International Encyclopaedia of the Social Science mendefinisikan keamanan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk melindungi nilai-nilai internalnya dari ancaman luar".
Kajian keamanan mengenal dua istilah penting, dilemma keamanan (security dilemma) dan dilemma pertahanan (defence di1emma). Istilah yang pertama, dilema keamanan, menggambarkan betapa upaya suatu negara untuk meningkatkan keamanannya dengan mempersenjatai diri justru, dalam suasana anarki internasional, membuatnya semakin rawan terhadap kemungkinan serangan pertama pihak lain. Istilah kedua, dilema pertahanan, menggambarkan betapa pengembangan dan penggelaran senjata baru maupun aplikasi doktrinal nasional mungkin saja justru tidak produktif atau bahkan bertentangan dengan tujuannya untuk melindungi keamanan nasional. Berbeda dari dilema keamanan yang bersifat interaktif dengan apa yang [mungkin] dilakukan pihak lain, dilema pertahanan semata-mata bersifat non-interaktif, dan hanya terjadi dalam lingkup nasional, terlepas dari apa yang mungkin dilakukan pihak lain.

2.4. Pertahanan terhadap Keamanan Neagara
Dalam bahasa militer, pertahanan adalah cara-cara untuk menjamin perlindungan dari satu unit yang sensitif dan jika sumber daya ini jelas, misalnya tentang cara-cara membela diri sesuai dengan spesialisasi mereka, pertahanan udara (sebelumnya pertahanan terhadap pesawat: DCA), pertahanan rudal, dll. Tindakan, taktik, operasi atau strategi pertahanan adalah untuk menentang/membalas serangan.
 Jenis pertahanan:
Ø
• Pertahanan militer untuk menghadapi ancaman militer, dan
• Pertahanan nonmiliter/nirmiliter untuk menghadapi ancaman nonmiliter/nirmiliter.

2.5. Komponen Pertahanan Negara
Di Indonesia, sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai "komponen utama" dengan didukung oleh "komponen cadangan" dan "komponen pendukung". Sistem Pertahanan Negara dalam menghadapi ancaman nonmiliter menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur unsur lain dari kekuatan bangsa.


2.5.1. Komponen Dasar
Rakyat Terlatih sebagai komponen dasar bagi kesemestaan dan keserbagunaan penyelenggaraan pertahanan keamanan negara mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut.
a) Ketertiban umum, yaitu memelihara ketertiban masyarakat, kelancaran roda pemerintahan dan segenap perangkatnya serta kelancaran kegiatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup.
b) Perlindungan rakyat, yaitu menanggulangi gangguan ketertiban hukum atau gangguan ketenteraman masyarakat.
c) Keamanan rakyat, yaitu menaggulangi dan atau meniadakan gangguan keamanan masyarakat atau subversi yang dapat mengakibatkan terganggunya stabilitas keamanan.
d) Perlawanan rakyat, yaitu menghadapi dan menghancurkan musuh yang hendak menduduki atau menguasai wilayah atau sebagian wilayah Republik Indonesia.

2.5.2. Komponen utama
"Komponen utama" adalah Tentara Nasional Indonesia, yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas tugas pertahanan. ABRI (sekarang TNI) merupakan komponen utama kekuatan pertahanan keamanan, dituntut kesiapsiagaannya dan ketanggapannya dalam menyelenggarakan pertahanan keamanan negara. ABRI/TNI berfungsi menyelenggarakan pertahanan keamanan negara. ABRI/TNI berfungsi selaku penindakdan penyaggah awal terhadap setiap ancaman yang selaku penindak dan penyanggah awal terhadap setiap ancaman yang datang dari dalam dan atau luar negeri, dan berkewajiban untuk melatih rakyat bagi pelaksanaan tugas pertahanan keamanan. Sumber ABRI/TNI adalah Rakyat Terlatih yang masuk menjadi anggota ABRI/TNI secara suka rela atau wajib.


2.5.3. Komponen khusus
Perlindungan masyarakat (LINMAS)
Perlindungan masyarakat merupakan komponen khusus kekuatan pertahanan keamanan negara yang anggotanya adalah warga negera yang secara suka rela memilih lingkungan ini sebagai tempat berbaktinya.

2.5.4. Komponen cadangan
"Komponen cadangan" (Komcad) adalah "sumber daya nasional" yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama.
2.5.5. Komponen pendukung
"Komponen pendukung" adalah "sumber daya nasional" yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan. Komponen pendukung tidak membentuk kekuatan nyata untuk perlawanan fisik.
"Sumber daya nasional" terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan. Sumber daya nasional yang dapat dimobilisasi dan didemobilisasi terdiri dari sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang mencakup berbagai cadangan materiil strategis, faktor geografi dan lingkungan, sarana dan prasarana di darat, di perairan maupun di udara dengan segenap unsur perlengkapannya dengan atau tanpa modifikasi.
Komponen pendukung terdiri dari 5 segmen :
Para militer
• Polisi (Brimob) - (lihat pula Polri)
• Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
• Perlindungan masyarakat(Linmas) lebih dikenal dengan sebutan pertahanan sipil (Hansip)
• Satuan pengamanan (Satpam)
• Resimen Mahasiswa (Menwa)
• Organisasi kepemudaan
• Organisasi bela diri
• Satuan tugas (Satgas) partai

2.6. Redifinisi Doktrin, Pembagian Wewenang dan Strategi Pertahanan
Threat, survival dan defence dilemma itu membawa implikasi serius. Pesan yang hendaknya digarisbawahi adalah penggunaan eksesif dari resources tidak boleh. Penggunaan kekerasan untuk menghadapi ancaman harus sepadan. Ancaman tertentu harus dihadapi dengan instrumen tertentu yang sesuai, efektif, efisien, dan tidak menimbulkan dislokasi sosial, ekonomi, politik, ideologi. Security deficit yang timbu1 karena vu1nerabilitas membawa kompleksitas tersendiri. Semuanya bermuara pada satu persoalan besar: perlunya kajiulang terhadap doktrin keamanan dan pertahanan nasional, khususnya sejauh menyangkut “apa yang harus dipertahankan”, “bagaimana untuk mempertahankannya”, dan “siapa yang harus memikul tanggungjawab” itu.
Jawaban atas pertanyaan pertama, apa yang harus dipertahankan, memerlukan suatu kesepakatan politik. Pertimbangan historis, geografis, ideologis dan perkembangan politik kontemporer harus dimasukkan dalam kalkulasi itu. Gravitas hubungan antarnegara pada dinamika ekonomi tidak sepenuhnya menghapus relevansi konteks politik geostrategi. Bagi sebuah negara kepulauan, termasuk Indonesia, melindungi keamanan nasional adalah usaha besar untuk melindungi dan mempertahankan kedaulatan maritim berikut sumberdaya yang berada di dalamnya. Pada tingkat strategi, bagaimana mempertahankan dari ancaman, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana merumuskan ancaman secara lebih realistik. Untuk waktu yang dapat diperhitungkan ke depan, keamanan terhadap ancaman interna1 masih akan mendominasi pemikiran strategis di Indonesia. Pluralisme sosial, ketimpangan ekonomi, disparitas regional menjadikan upaya bina-bangsa dan bina-bangsa menjadi soal serius. Indonesia adalah suatu entitas politik (negara) yang dibangun di atas fondasi pluralitas. Persatuan Indonesia seperti diikrarkan dalam Sumpah Pemuda 1928, selama ini lebih direkat oleh common history anti-kolonia1isme. Common history menghadapi kolonialisme kelihatannya perlu dijelmakan dalam wujud yang lebih konkret, misalnya common platform dan komitmen untuk menegakkan keadilan sosia1, dan dengan menggunakan instrumen yang lebih appropriate seperti ketentuan hukum yang demokratik.
Di tengah keharusan untuk mempersiapkan diri terhadap keamanan internal, ancaman militer dari luar merupakan sesuatu yang harus selalu diperhitungkan, sekalipun pada saat yang sama harus diakui pula bahwa untuk beberapa tahun yang dapat diperhitungkan ke depan sukar dibayangkan terjadinya perang dalam pengertian tradisional. Menduduki wilayah asing (occupation) menjadi sesuatu yang secara moral memperoleh gugatan semakin tajam dan secara ekonomis semakin mahal. Konflik bersenjata, jika harus terjadi, kemungkinan besar akan bersifat terbatas, berlangsung dalam waktu singkat, dan menggunakan teknologi tinggi. Amerika Serikat diperkirakan tetap memainkan peranan penting di kawasan Asia Pasifik, baik karena potensi ketidakstabilan di semenanjung Korea, hubungan tradisionalnya dengan Jepang dan Korea Selatan, kekhawatirannya terhadap tampilnya Cina sebagai kekuatan hegemon regional, maupun karena kepentingan ekonominya di kawasan ini. Ancaman militer dari luar terhadap Indonesia kelihatannya akan bersifat ancaman tidak langsung yang terjadi karena ketidakstabiIan regional. Termasuk dalam kategori ini adalah perlombaan senjata yang dapat terjadi karena ketidakstabilan di Semenanjung Korea dan Asia Timur, prospek penyelesaian masalah Taiwan.
Masalah pokok, seperti dirumuskan sebagai pertanyaan ketiga, adalah apa cara yang paling efektif dan efisien untuk menghadapi sumber dan watak ancaman-ancaman tertentu. Ancaman internal harus diketahui dengan pasti alasan timbulnya. Gagasan-gagasan, termasuk komunisme dan fundamentalisme religius, tidak pernah secara langsung mempengaruhi tindakan [kekerasan] politik. Menghilangkan deprivasi ekonomi, politik dan kultural. Demokratisasi dalam penggunaan dan pengelolaan sumberdaya, dan distribusi pembangunan. Penghormatan pada budaya lokal. Bhineka Tunggal Ika adalah semboyan yang seharusnya ditafsirkan sebagai komitmen untuk menghormati keragaman, bukan untuk menciptakan keseragaman. Upaya nasional, unilateral, adalah demokratisasi. Pengenda1ian dan resolusi konflik seharusnya semata-mata dilakukan sebagai tindakan polisionil.





















BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Pertahanan adalah sebuah system yang harus diterapkan sebagai sebuah kesadaran bersama antara Negara, pemerintah, masyarakat, dan seluruh tatanan.
Pertahanan Negara melingkupi bidang-bidang:
1. politik
2. social
3. budaya
4. persatuan
5. ancaman-ancaman lain terhadap keselamatan bangsa dan Negara
Persoalan siapa yang harus bertanggungjawab untuk menjawab ancaman keamanan tertentu menjadi rumit dan politikal: rumit, karena perkembangan konsep dan ketidapastian setelah berakhirnya Perang Dingin dan politikal, karena landasan konstitusiona1, sejarah, maupun realita politik bisa menjadi kekuatan inersia untuk membangun pola pembagian kerja baru. Salah satu konsekuensi penting adalah perlunya ketentuan yang mengatur level of engagement dan instrumen yang boleh digunakan dalam setiap bagian dari spektrum ancaman terhadap keamanan nasional.
3.2. Saran-Saran
Saran-saran dalam menerapkan sistem pertahanan nasional adalah:
• Sebagai pelajar ada baiknya menghindari pengaruh negative seperti narkoba, pergaulan bebas, dan kriminalitas.
• Menyikapi perbedaan suku bangsa, ras, atau agama di negara kita sebagai keragaman yang indah untuk saling memahami dan bertukar pengetahuan.
• Tidak memicu atau ikut dalam tawuran atau perkelahian antar pelajar.
DAFTAR PUSTAKA


marsono, dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

            Zubaidi, H. Achmad, dkk.2002.PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Yogyakarta: Paradigma.
Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta,2007
Prof. Drs. S. Pamudji, MPA (1985),  Demokrasi Pancasila dan Ketahanan Nasional, Suatu Analisa di Bidang politik dan pemerintahan, Penerbit Pt. Bina Aksara Jakarta.



Senin, 03 Maret 2014

Das Sein dan Das Sollen

DAS SEIN DAN DAS SOLLEN PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT


A.  Pengertian das sain dan das sollen
Das Sein berarti keadaan yang sebenarnya pada waktu sekarang, sedangkandas Sollen berarti apa yang dicita-citakan; apa yang harus ada nanti, atau untuk singkatnya arti dari keduanya adalah "yang ada dan yang seharusnya". Keduanya diambil dari bahasa Jerman .
Das Sollen adalah segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap. Contoh : dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.
Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi.
Das Sein adalah sebuah realita yang telah terjadi sedangkan Das Sollen adalah apa yang sebaiknya dilakukan yaitu sebuah impian dalam dunia utopia yang menjadi keinginan dan harapan setiap manusia sedangkan Das Sollen merupakan realita yang menimpa manusia itu sendiri. Hal inilah yang disebut dengan sebuah harapan dan kenyataan.
Antara keduanya tidak selalu se-Vareabel, manusia sebagai Makhluk ciptaan Allah yang sepenuhnya diberi keleluasaan dalam menjalani sebuah pilihan hidupnya sendiri, Tuhan menjadikan manusia sebagai Khalifah dimuka bumi dalam rangka memberikan kebebasan memilih hidupnya, kemanakah akan diarahkan hidupnya itu terserah pilihan manusianya sendiri, kearah kebaikankah yang nantinya janji Allah adalah Surga atau Kearah kebathilan yang dijanjikannya dengan Neraka.
B. Pendidikan Sepanjang Hayat
Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia ingin mencapai suatu kehidupan yang optimal. Selama manusia barusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan masih berjalan terus.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia transformasi, dan di dalam masyarakat yang saling mempengaruhi seperti saat zaman globalisasi sekarang ini. Setiap manusia dituntut untuk menyesuaikan dirinya secara terus menerus dengan situasi baru.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang dilontarkan pada sekolah. Sistem sekolah secara tradisional mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat dalam abad terakhir ini, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau tutuntutan manusia yang makin meningkat. Pendidikan di sekolah hanya terbatas pada tingkat pendidikan dari sejak kanak-kanak sampai dewasa, tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan dunia yang berkembang sangat pesat. Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan suatu sistem yang fleksibel. Pendidikan harus tetap bergerak dan mengenal inovasi secara terus menerus.
Menurut konsep pendidikan sepanjang hayat, kegiatan-kegiatan pendidikan dianggap sebagai suatu keseluruhan. Seluruh sektor pendidikan merupakan suatu sistem yang terpadu. Konsep ini harus disesuaikan dengan kenyataan serta kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang telah maju akan memiliki kebutuhan yang berbeda dengan masyarakat yang belum maju. Apabila sebahagian besar masyarakat suatu bangsa masih yang banyak buta huruf, maka upaya pemeberantasan buta huruf di kalangan orang dewasa mendapat prioritas dalam sistem pendidikan sepanjang hayat. Tetapi, di negara industri yang telah maju pesat, masalah bagaimana mengisi waktu senggang akan memperoleh perhatian dalam sistem ini.
Pendidikan bukan hanya berlangsung di sekolah. Pendidikan akan mulai segera setelah anak lahir dan akan berlangsung sampai manusia meninggal dunia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh-pengaruh. Oleh karena itu, proses pendidikan akan berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat .
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi proses perkembangan seorang individu sekaligus merupakan peletak dasar kepribadian anak. Pendidikan anak diperoleh terutama melalui interaksi antara orang tua – anak. Dalam berinteraksi dengan anaknya, orang tua akan menunjukkan sikap dan perlakuan tertentu sebagai perwujudan pendidikan terhadap anaknya.
Pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga.Sekolah merupakan lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga, sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya. Dalam kehidupan modern seperti saat ini, sekolah merupakan suatu keharusan, karena tuntutan-tuntutan yang diperlukan bagi perkembangan anak sudah tidak memungkinkan akan dapat dilayani oleh keluarga. Materi yang diberikan di sekolah berhubungan langsung dengan pengembangan pribadi anak, berisikan nilai moral dan agama, berhubungan langsung dengan pengembangan sains dan teknologi, serta pengembangan kecakapan-kecakapan tertentuyang langsung dapat dirasakan dalam pengisian tenaga kerja.
Pendidikan di masyarakat merupakan bentuk pendidikan yang diselenggarakan di luar keluarga dan sekolah. Bentuk pendidikan ini menekankan pada pemerolehan pengetahuan dan keterampilan khusus serta praktis yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat. Phillip H.Coombs (Uyoh Sadulloh, 1994:65) mengemukakan beberapa bentuk pendidikan di masyarakat, antara lain : (1) program persamaan bagi mereka yang tidak pernah bersekolah atau putus sekolah; (2) program pemberantasan buta huruf; (3) penitipan bayi dan penitipan anak pra sekolah; (4) kelompok pemuda tani; (5) perkumpulan olah raga dan rekreasi; dan (6) kursus-kursus keterampilan.
C.  Hakikat Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan sepanjang hayat (PSH) atau pendidikan seumur hidup yang secara operasional sering pula disebut pendidikan sepanjang raga (long life education) bukanlah sesuatu yang baru. Pada abad 14 yang lampau, tepatnya pada zaman Nabi Muhammad SAW ide dan konsep itu telah disiarkannya dalam bentuk suatu imbauan, dalam haditsnya:
اُطْلُبُوُا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ اِلىَ اللََّحْدِartinya :”Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai sejak di buaian hingga liang lahat”.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dari dahulu sudah dapat dilihat bahwa pada hakikatnya orang belajar sepanjang hidup, meskipun dengan cara yang berbeda dan melalui proses yang tidak sama. Jelasnya tidak ada batas usia yang menunjukan tidak mungkinnya dan tidak dapatnya orang belajar. Jika seorang petani yang sudah tua berusaha mencari tahu mengenai cara-cara baru dalam bercocok tanam, pemberantasan hama, dan pemasaran hasil yang lebih menguntungkan, itu adalah pertanda bahwa belajar itu tidak dibatasi usia.
Dorongan belajar sepanjang hayat itu terjadi karena dirasakan sebagai kebutuhan. Setiap orang merasa butuh untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya dalam menghadapi dorongan-dorongan dari dalam dan tantangan alam sekitar, yang selalu berubah. Sepanjang hidup manusia memang tidak pernah berada di dalam suatu vakum. Mereka dituntut untuk mampu menyesuaikan diri secara aktif, dinamis, kreatif, dan inovatif terhadap diri dan kemajuan zaman.
Dengan kata lain, pendidikan itu merupakan bagian integral dari hidup itu sendiri. Prinsip pendidikan seperti itu mengandung makna bahwa pendidikan itu lekat dengan diri manusia, karena dengan itu manusia dapat terus menerus meningkatkan kemandiriannya sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat, meningkatkan rasa pemenuhmaknaan (self fulfillment) dan terarah kepada aktualisasi diri.
Landasan Ilmiah
Pendidikan sepanjang hayat yang dalam prakteknya telah lama berlangsung secara ilmiah dalam kehidupan manusia itu dalam perjalanannya menjadi pudar, disebabkan oleh semakin kukuhnya kedudukan sistem pendidikan persekolahan di tengah-tengah masyarakat. Sistem persekolahannya yang polanya membentuk masyarakat tersendiri dan memisahkan diri dari lingkungan masyarakat luas dengan benteng dan pagar pekarangan sekolah, membatasi waktu belajarnya sampai usia tertentu dan jangka waktu tertentu. Seolah-olah sekolah membentuk masyarakat khusus yang mempersiapkan diri, dengan membekali ilmu pengetahuan dan keterampilan menurut porsi yang telah ditetapkan dan cocok dengan tuntutan zaman. Kenyataannya menunjukan bahwa masyarakat selalu berubah dengan membawa tuntutan-tuntutan baru.
PSH bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan, PSH merupakan suatu proses berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Ide tentang PSH yang hampir tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lalu, kemudian dibangkitkan kembali oleh tokoh pendidikan Johan Amos Comenius 3 abad yang lalu (di abad 16/ 1592-1671) dan John Dewey 40 tahun yang lalu (tahun 50-an). Comenius mencetuskan konsep pendidikan bahwa pendidikan adalah untuk membuat persiapan yang lebih berguna di akhirat nanti.
PSH didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan pengstrukturan pengalaman pendidikan. pengorganisasiannya dan pengstrkturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua. (Cropley; 67). PSH bukan suatu sistem pendidikan yang berstruktur, melainkan suatu prinsip yang menjadi dasar yang menjiwai seluruh organisasi sistem pendidikan yang ada. Dengan kata lain PSH menembus batas-batas kelembagaan, pengelolaan, dan program sistem pendidikan. Kemudian 40 tahun yang lalu John Dewey, ahli filsafat dan pendidikan dari Amerika (1859-1952) menaruh keyakinan bahwa yang pokok dalam pendidikan adalah kegiatan anak itu sendiri. Kegiatan itu merupakan manifestasi dari kehidupan. Tidak ada kehidupan tanpa kegiatan. Sepanjang hidup harus ada keaktifan. Anak wajib memperoleh pengetahuan dari usahanya sendiri. Tulisannya yang terbit pada tahun 1938 yang berjudul “Experience and Education” (Sapta Dharma, 1955: 11-12).
Pada tahun 70-an, yaitu 20 tahun kemudian sesudah Dewey, Edgar Faure ketua Komisi Internasional tentang perkembangan pendidikan tentang laporannya yang berjudul”Learning To Be, The World of Education, Today and Tomorrow,” yang diterbitkan oleh UNESCO pada tahun 1972. Dalam laporan tersebut diajukan 6 buah rekomendasi untuk mengantisipasi dunia pendidikan di masa depan. Salah satu rekomendasinya ialah agar pendidikan seumur hidup (life long education). Pada saat itu respon berbagai Negara tidak sama. Khususnya di Indonesia respon terhadap konsep PSH sangat positif dan dituangkan dalam kebijaksanaan Negara yaitu dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 jo. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN yang menetapkan prinsip pembangunan nasional antara lain: Dalam Bab IV bagian pendidikan, butir (d) berbunyi: Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga/keluarga dan masyarakat, karena itu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Kebijaksaan pembangunan nasional di bidang pendidikan mengandung arti bahwa secara konstitusional GBHN tersebut wajib dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal, nonformal, dan informal. Masing-masing lembaga tersebut bersifat komplementer (saling mengisi).
Alasan Rasional Mengapa PSH diperlukan?
Akan meningkatkan persamaan distribusi pelayanan pendidikan, memiliki implikasi ekonomi yang menyenangkan, esensial dalam menghadapi struktur sosial yang berubah terdapat alasan-alasan kejuruan untuk menetapkannya akan menghantarkan peningkatan kualitas hidup. Gagasan dasarnya bahwa pendidikan harus dikonsepkan secara formal sebagai proses yang terus menerus dalam kehidupan individu, mulai dari anak-anak sampai dewasa.
Didalam tulisan Cropley dengan memperhatikan masukan dari sebagian pemerhati pendidikan mengemukakan beberapa alasan, antara lain: Keadilan, ekonomi (biaya pendidikan). Perubahan perencanaan, perkembangan teknologi, factor vokasional, kebutuhan orang dewasa, dan kebutuhan anak-anak masa awal, (Cropley: 32-44).
1.  Alasan Keadilan
Terselenggaranya PSH secara meluas di kalangan masyarakat dapat menciptakan iklim lingkungan yang memungkinkan terwujudnya keadilan sosial.Hinsen menunjukan konteks yang lebih luas yaitu dengan terselenggaranya PSH yang lebih baik akan membuka peluang bagi perkembangan nasional untuk mencapai tingkat persamaan internasional (Cropley: 33). Dalam hubungan ini Bowle mengemukakan statemen bahwa pada prinsipnya dapat mengeliminasi peranan sekolah sebagai alat untuk melestarikan ketidakadilan sosial (Cropley: 33).
2. Alasan Ekonomi
Tidak dapat dipungkiri, alasan ekonomi merupakan alasan yang sangat vital dalam penyelenggaraan pendidikan. Apalagi di Negara sedang berkembang biaya untuk perluasan pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikan hampir-hampir tidak tertanggulangi. Di satu sisi tantangan untuk mengejar keterlambatan pembangunan dirasakan, sedangkan di sisi lain keterbatasan biaya dirasakan menjadi penghambat. tidak terkecuali di Negara yang sudah maju teknologinya, yaitu dengan munculnya kebutuhan untuk memacu kualitas pendidikan dan jenis-jenis pendidikan, dan mereka merasa berat beban biaya penyelenggaraan pendidikan tersebut. Dalam hubungannya dengan masalah tersebut PSH yang secara radikal mendasarkan diri pada konsep baru dalam pemrosesan pendidikan memiliki implikasi pembiayaan pendidikan yang lebih luas dan lebih longgar (Cropley: 35).
3.      Alasan Faktor Sosial
Faktor yang berhubungan dengan perubahan peranan keluarga, remaja, dan emansipasi wanita dalam kaitannya dengan perkembangan iptek. Perkembangan iptek yang demikian pesat yang telah melanda negara maju dan negara-negara yang sedang berkembang memberi dampak yang besar terhadap terjadinya karena adanya perubahan-perubahan kehidupan sosial ekonomi dan nilai budaya. Seperti berubahnya corak pekerjaan, status dan peran adolesen versus kelompok dewasa, hubungan sosial pekerja dengan atasannya, khususnya bertambahnya usia harapan hidup dan menurunnya jumlah kematian bayi, dan yang tak kalah pentingnya ialah berubahnya sistem dalam peranan lembagapendidikan.
Fungsi pendidikan yang seharusnya diperankan oleh keluarga, dan juga fungsi lainnya, seperti fungsi ekonomi, rekreasi dan lain-lain, lebih banyak diambil alih oleh lembaga-lembaga, organisasi-organisasi di luar lingkungan keluarga, khususnya oleh sekolah. Jika dahulu masa anak dan remaja diartikan sebagai masa belajar dalam dunia persekolahan, sedangkan dunia orang dewasa adalah dunia kerja, kini garis batas yang memisahkan kedua kelompok usia tersebut sedang menjadi kabur
4.      Alasan Perkembangan Iptek
Uraian sebelumnya telah menjelaskan betapa luasnya pengaruh perkembangan iptek dalam semua sektor pembangunan. Meskipun diakui bahwa pengaruh tersebut di dalam dunia pendidikan belum sejauh yang terjadi pada dunia pertanian, industri, transportasi, dan komunikasi. Namun invensinya didalam dunia pendidikan telah menggejala dalam banyak hal.
5.      Alasan Sifat Pekerjaan
Kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan iptek disatu sisi dalam skala besar menyita pekerjaan tangan diganti dengan mesin, tetapi tidak dapat dipungkiri disisi yang lain juga memberi andil kepada munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang menyerap banyak tenaga kerja dan munculnya cara-cara baru dalam memproses pekerjaan. Akibatnya pekerjaan menuntut persyaratan kerja yang selalu saja berubah.
Implikasi Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan berlangsung dari masa bayi sampai dengan pendidikan diri sendiri pada masa manula. Seperti telah dijelaskan terdapat ciri-ciri khas PSH yang diharapkan menjiwai pendidikan masa kini dan pada masa mendatang.
Ciri-ciri yang dimaksud ialah:
Ø  PSH menghilangkan tembok pemisah antara sekolah dengan lingkungan kehidupan nyata diluar sekolah.
Ø   PSH menempatkan kegiatan belajar sebagai bagian integral dari proses hidup yang berkesinambungan.
Ø   PSH lebih mengutamakan pembekalan sikap dan metode daripada isi pendidikan
Ø   PSH menempatkan peserta didik sebagai individu yang menjadi pelaku utama didalam proses pendidikan, yang mengarah pada diri sendiri, autodidak yang aktif kreatif, tekun, bebas, dan bertanggung jawab, tabah, dan tahan bantingan, dan yang sejalan dengan penciptaan masyarakat gemar belajar.
Disamping ciri-ciri tersebut yang menjadi alasan mengapa PSH perlu digalakkan adalah:
v  Pada hakikatnya belajar berlangsung sepanjang hidup
v  Sekolah tradisional tidak dapat memberikan bekal kerja yang coraknya semakin tidak menentu dan cepat berubah
v  Pendidikan masa balita punya peranan penting sebagai fondasi pembentukan kepribadian dan bagi aktualisasi diri
v  Sekolah tradisional mengganggu pemerataan keadilan untuk memperoleh kesempatan pendidikan.
v  Biaya penyelenggaraan sekolah sangat mahal
Kesimpulan dari ciri-ciri tersebut dapat dikemukakan bahwa:
Menurunnya posisi penting keluarga sebagai pendidikan, pergeseran peranan remaja, dan orang dewasa, hubungan sosial pekerja dengan pemimpin, meningkatnya emansipasi wanita dan berubahnya konsepsi pria sebagai pencari nafkan, semuanya membawa kepada keharusan akan perlunya penyesuaian dari kedua belah pihak dalam menghadapi kemajuan. Untuk itu perlu adanya model baru pelayanan yang dapat membekali semua pihak untuk secara terus menerus menggalang diri guna mengatasi tantangan zaman. Model pelayanan yang dimaksud adalah pendidikan sepanjang hidup.
Kemandirian dalam Belajar
Artdan prinsip yang melandasi kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih-lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.Konsep kemandirian dalam belajar bertumpu pada prinsip bahwa individu yang belajar hanya akan sampai pada perolehan hasil belajar, mulai keterampilan, pengembangan penalaran, pembentukan sikap sampai kepada penemuan diri sendiri, apabila ia mengalami sendiri dalam proses perolehan hasil belajar tersebut.
 Alasan yang menopang serempak dengan perkembangan iptek ada beberapa alasan yang memperkuat konsep kemandirian dalam belajar. (Conny Setiawan, 1988: 14-16) mengemukakan alasan sebagai berikut:
ü  Perkembangan iptek semakin pesat.
ü   Penemuan iptek tidak mutlak benar 100 % sifatnya relative.
ü  Para ahli psikologi umumnya sependapat peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak.
ü  Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogianya tidak dilepaskan dari sikap dan penanaman nilai-nilai kedalam peserta didik.
Unsur-Unsur Dalam Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu:
1. Subyek yang dibimbing.
2. Orang yang membimbing.
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik.
4. Kearah mana bimbingan ditujukan.
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan.
6. Cara yang digunkan dalam bimbingan.
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung.
 Peserta Didik
Ciri khas didik yang perlu difahami oleh pendidik ialah:
·         Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas sehingga merupakan insan yang unik
·         Individu yang sedang berkembang
·         Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi
·         Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri
 Pendidik
Yang dimaksud dengan pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikanya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah Orang tua, guru pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat
Interaksi Edukatif antara Peserta Didik dengan Pendidik
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujian pendidikan. Pencapai tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasikan isi, metode, serta alat-alat pendidikan
 Isi Pendidikan
Didalam sistem pendidikan persekolahan, materi dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapai tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi ni bersifat nasional yang mengandung misi penendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan. Dengan demikian dan semangat Bhineka Tunggal Ika dapt ditumbuh kembangkan.
 Konteks yang mempengaruhi pendidikan Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujian pendidikan. Alat pendidikan dibedakan atas yang preventif dan kuratif:
1. Yang bersifat preventif yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman.
 2. Yang bersifat kuratif yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya ajakan, contoh, nasehat, dorongan, pemberian, kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
Ø  Kesesuaiannnya dengan tujuan yang ingin dicapai
Ø  Kesesuaiannya dengan peserta didik
Ø  Kesesuaiannya dengan pendidik sebagai sipemakai
Ø  Kesesuaiannya dengan situasi dan kondisi saat digunakan dengan alat tersebut