DAS SEIN DAN DAS SOLLEN PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT
A. Pengertian das sain dan das sollen
Das Sein berarti keadaan yang sebenarnya pada waktu sekarang, sedangkandas Sollen berarti apa yang dicita-citakan; apa yang harus ada nanti, atau untuk singkatnya arti dari keduanya adalah "yang ada dan yang seharusnya". Keduanya diambil dari bahasa Jerman .
Das Sollen adalah segala sesuatu yang mengharuskan kita untuk berpikir dan bersikap. Contoh : dunia norma, dunia kaidah dsb. Dapat diartikan bahwa das sollen merupakan kaidah dan norma serta kenyataan normatif seperti apa yang seharusnya dilakukan.
Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi.
Das Sein adalah segala sesuatu yang merupakan implementasi dari segala hal yang kejadiannya diatur oleh das sollen dan mogen. Dapat dipahami bahwa das sein merupakan peristiwa konkrit yang terjadi.
Das Sein adalah sebuah realita yang telah terjadi sedangkan Das Sollen adalah apa yang sebaiknya dilakukan yaitu sebuah impian dalam dunia utopia yang menjadi keinginan dan harapan setiap manusia sedangkan Das Sollen merupakan realita yang menimpa manusia itu sendiri. Hal inilah yang disebut dengan sebuah harapan dan kenyataan.
Antara keduanya tidak selalu se-Vareabel, manusia sebagai Makhluk ciptaan Allah yang sepenuhnya diberi keleluasaan dalam menjalani sebuah pilihan hidupnya sendiri, Tuhan menjadikan manusia sebagai Khalifah dimuka bumi dalam rangka memberikan kebebasan memilih hidupnya, kemanakah akan diarahkan hidupnya itu terserah pilihan manusianya sendiri, kearah kebaikankah yang nantinya janji Allah adalah Surga atau Kearah kebathilan yang dijanjikannya dengan Neraka.
B. Pendidikan Sepanjang Hayat
Manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia ingin mencapai suatu kehidupan yang optimal. Selama manusia barusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan masih berjalan terus.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia transformasi, dan di dalam masyarakat yang saling mempengaruhi seperti saat zaman globalisasi sekarang ini. Setiap manusia dituntut untuk menyesuaikan dirinya secara terus menerus dengan situasi baru.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang dilontarkan pada sekolah. Sistem sekolah secara tradisional mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat dalam abad terakhir ini, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau tutuntutan manusia yang makin meningkat. Pendidikan di sekolah hanya terbatas pada tingkat pendidikan dari sejak kanak-kanak sampai dewasa, tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan dunia yang berkembang sangat pesat. Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan suatu sistem yang fleksibel. Pendidikan harus tetap bergerak dan mengenal inovasi secara terus menerus.
Menurut konsep pendidikan sepanjang hayat, kegiatan-kegiatan pendidikan dianggap sebagai suatu keseluruhan. Seluruh sektor pendidikan merupakan suatu sistem yang terpadu. Konsep ini harus disesuaikan dengan kenyataan serta kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang telah maju akan memiliki kebutuhan yang berbeda dengan masyarakat yang belum maju. Apabila sebahagian besar masyarakat suatu bangsa masih yang banyak buta huruf, maka upaya pemeberantasan buta huruf di kalangan orang dewasa mendapat prioritas dalam sistem pendidikan sepanjang hayat. Tetapi, di negara industri yang telah maju pesat, masalah bagaimana mengisi waktu senggang akan memperoleh perhatian dalam sistem ini.
Pendidikan bukan hanya berlangsung di sekolah. Pendidikan akan mulai segera setelah anak lahir dan akan berlangsung sampai manusia meninggal dunia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh-pengaruh. Oleh karena itu, proses pendidikan akan berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat .
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi proses perkembangan seorang individu sekaligus merupakan peletak dasar kepribadian anak. Pendidikan anak diperoleh terutama melalui interaksi antara orang tua – anak. Dalam berinteraksi dengan anaknya, orang tua akan menunjukkan sikap dan perlakuan tertentu sebagai perwujudan pendidikan terhadap anaknya.
Pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga.Sekolah merupakan lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga, sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya. Dalam kehidupan modern seperti saat ini, sekolah merupakan suatu keharusan, karena tuntutan-tuntutan yang diperlukan bagi perkembangan anak sudah tidak memungkinkan akan dapat dilayani oleh keluarga. Materi yang diberikan di sekolah berhubungan langsung dengan pengembangan pribadi anak, berisikan nilai moral dan agama, berhubungan langsung dengan pengembangan sains dan teknologi, serta pengembangan kecakapan-kecakapan tertentuyang langsung dapat dirasakan dalam pengisian tenaga kerja.
Pendidikan di masyarakat merupakan bentuk pendidikan yang diselenggarakan di luar keluarga dan sekolah. Bentuk pendidikan ini menekankan pada pemerolehan pengetahuan dan keterampilan khusus serta praktis yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat. Phillip H.Coombs (Uyoh Sadulloh, 1994:65) mengemukakan beberapa bentuk pendidikan di masyarakat, antara lain : (1) program persamaan bagi mereka yang tidak pernah bersekolah atau putus sekolah; (2) program pemberantasan buta huruf; (3) penitipan bayi dan penitipan anak pra sekolah; (4) kelompok pemuda tani; (5) perkumpulan olah raga dan rekreasi; dan (6) kursus-kursus keterampilan.
C. Hakikat Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan sepanjang hayat (PSH) atau pendidikan seumur hidup yang secara operasional sering pula disebut pendidikan sepanjang raga (long life education) bukanlah sesuatu yang baru. Pada abad 14 yang lampau, tepatnya pada zaman Nabi Muhammad SAW ide dan konsep itu telah disiarkannya dalam bentuk suatu imbauan, dalam haditsnya:
اُطْلُبُوُا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ اِلىَ اللََّحْدِartinya :”Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai sejak di buaian hingga liang lahat”.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dari dahulu sudah dapat dilihat bahwa pada hakikatnya orang belajar sepanjang hidup, meskipun dengan cara yang berbeda dan melalui proses yang tidak sama. Jelasnya tidak ada batas usia yang menunjukan tidak mungkinnya dan tidak dapatnya orang belajar. Jika seorang petani yang sudah tua berusaha mencari tahu mengenai cara-cara baru dalam bercocok tanam, pemberantasan hama, dan pemasaran hasil yang lebih menguntungkan, itu adalah pertanda bahwa belajar itu tidak dibatasi usia.
Dorongan belajar sepanjang hayat itu terjadi karena dirasakan sebagai kebutuhan. Setiap orang merasa butuh untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya dalam menghadapi dorongan-dorongan dari dalam dan tantangan alam sekitar, yang selalu berubah. Sepanjang hidup manusia memang tidak pernah berada di dalam suatu vakum. Mereka dituntut untuk mampu menyesuaikan diri secara aktif, dinamis, kreatif, dan inovatif terhadap diri dan kemajuan zaman.
Dengan kata lain, pendidikan itu merupakan bagian integral dari hidup itu sendiri. Prinsip pendidikan seperti itu mengandung makna bahwa pendidikan itu lekat dengan diri manusia, karena dengan itu manusia dapat terus menerus meningkatkan kemandiriannya sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat, meningkatkan rasa pemenuhmaknaan (self fulfillment) dan terarah kepada aktualisasi diri.
Landasan Ilmiah
Pendidikan sepanjang hayat yang dalam prakteknya telah lama berlangsung secara ilmiah dalam kehidupan manusia itu dalam perjalanannya menjadi pudar, disebabkan oleh semakin kukuhnya kedudukan sistem pendidikan persekolahan di tengah-tengah masyarakat. Sistem persekolahannya yang polanya membentuk masyarakat tersendiri dan memisahkan diri dari lingkungan masyarakat luas dengan benteng dan pagar pekarangan sekolah, membatasi waktu belajarnya sampai usia tertentu dan jangka waktu tertentu. Seolah-olah sekolah membentuk masyarakat khusus yang mempersiapkan diri, dengan membekali ilmu pengetahuan dan keterampilan menurut porsi yang telah ditetapkan dan cocok dengan tuntutan zaman. Kenyataannya menunjukan bahwa masyarakat selalu berubah dengan membawa tuntutan-tuntutan baru.
PSH bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan, PSH merupakan suatu proses berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Ide tentang PSH yang hampir tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lalu, kemudian dibangkitkan kembali oleh tokoh pendidikan Johan Amos Comenius 3 abad yang lalu (di abad 16/ 1592-1671) dan John Dewey 40 tahun yang lalu (tahun 50-an). Comenius mencetuskan konsep pendidikan bahwa pendidikan adalah untuk membuat persiapan yang lebih berguna di akhirat nanti.
PSH didefinisikan sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasian dan pengstrukturan pengalaman pendidikan. pengorganisasiannya dan pengstrkturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua. (Cropley; 67). PSH bukan suatu sistem pendidikan yang berstruktur, melainkan suatu prinsip yang menjadi dasar yang menjiwai seluruh organisasi sistem pendidikan yang ada. Dengan kata lain PSH menembus batas-batas kelembagaan, pengelolaan, dan program sistem pendidikan. Kemudian 40 tahun yang lalu John Dewey, ahli filsafat dan pendidikan dari Amerika (1859-1952) menaruh keyakinan bahwa yang pokok dalam pendidikan adalah kegiatan anak itu sendiri. Kegiatan itu merupakan manifestasi dari kehidupan. Tidak ada kehidupan tanpa kegiatan. Sepanjang hidup harus ada keaktifan. Anak wajib memperoleh pengetahuan dari usahanya sendiri. Tulisannya yang terbit pada tahun 1938 yang berjudul “Experience and Education” (Sapta Dharma, 1955: 11-12).
Pada tahun 70-an, yaitu 20 tahun kemudian sesudah Dewey, Edgar Faure ketua Komisi Internasional tentang perkembangan pendidikan tentang laporannya yang berjudul”Learning To Be, The World of Education, Today and Tomorrow,” yang diterbitkan oleh UNESCO pada tahun 1972. Dalam laporan tersebut diajukan 6 buah rekomendasi untuk mengantisipasi dunia pendidikan di masa depan. Salah satu rekomendasinya ialah agar pendidikan seumur hidup (life long education). Pada saat itu respon berbagai Negara tidak sama. Khususnya di Indonesia respon terhadap konsep PSH sangat positif dan dituangkan dalam kebijaksanaan Negara yaitu dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 jo. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN yang menetapkan prinsip pembangunan nasional antara lain: Dalam Bab IV bagian pendidikan, butir (d) berbunyi: Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga/keluarga dan masyarakat, karena itu pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Kebijaksaan pembangunan nasional di bidang pendidikan mengandung arti bahwa secara konstitusional GBHN tersebut wajib dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal, nonformal, dan informal. Masing-masing lembaga tersebut bersifat komplementer (saling mengisi).
Alasan Rasional Mengapa PSH diperlukan?
Akan meningkatkan persamaan distribusi pelayanan pendidikan, memiliki implikasi ekonomi yang menyenangkan, esensial dalam menghadapi struktur sosial yang berubah terdapat alasan-alasan kejuruan untuk menetapkannya akan menghantarkan peningkatan kualitas hidup. Gagasan dasarnya bahwa pendidikan harus dikonsepkan secara formal sebagai proses yang terus menerus dalam kehidupan individu, mulai dari anak-anak sampai dewasa.
Didalam tulisan Cropley dengan memperhatikan masukan dari sebagian pemerhati pendidikan mengemukakan beberapa alasan, antara lain: Keadilan, ekonomi (biaya pendidikan). Perubahan perencanaan, perkembangan teknologi, factor vokasional, kebutuhan orang dewasa, dan kebutuhan anak-anak masa awal, (Cropley: 32-44).
1. Alasan Keadilan
Terselenggaranya PSH secara meluas di kalangan masyarakat dapat menciptakan iklim lingkungan yang memungkinkan terwujudnya keadilan sosial.Hinsen menunjukan konteks yang lebih luas yaitu dengan terselenggaranya PSH yang lebih baik akan membuka peluang bagi perkembangan nasional untuk mencapai tingkat persamaan internasional (Cropley: 33). Dalam hubungan ini Bowle mengemukakan statemen bahwa pada prinsipnya dapat mengeliminasi peranan sekolah sebagai alat untuk melestarikan ketidakadilan sosial (Cropley: 33).
2. Alasan Ekonomi
Tidak dapat dipungkiri, alasan ekonomi merupakan alasan yang sangat vital dalam penyelenggaraan pendidikan. Apalagi di Negara sedang berkembang biaya untuk perluasan pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikan hampir-hampir tidak tertanggulangi. Di satu sisi tantangan untuk mengejar keterlambatan pembangunan dirasakan, sedangkan di sisi lain keterbatasan biaya dirasakan menjadi penghambat. tidak terkecuali di Negara yang sudah maju teknologinya, yaitu dengan munculnya kebutuhan untuk memacu kualitas pendidikan dan jenis-jenis pendidikan, dan mereka merasa berat beban biaya penyelenggaraan pendidikan tersebut. Dalam hubungannya dengan masalah tersebut PSH yang secara radikal mendasarkan diri pada konsep baru dalam pemrosesan pendidikan memiliki implikasi pembiayaan pendidikan yang lebih luas dan lebih longgar (Cropley: 35).
3. Alasan Faktor Sosial
Faktor yang berhubungan dengan perubahan peranan keluarga, remaja, dan emansipasi wanita dalam kaitannya dengan perkembangan iptek. Perkembangan iptek yang demikian pesat yang telah melanda negara maju dan negara-negara yang sedang berkembang memberi dampak yang besar terhadap terjadinya karena adanya perubahan-perubahan kehidupan sosial ekonomi dan nilai budaya. Seperti berubahnya corak pekerjaan, status dan peran adolesen versus kelompok dewasa, hubungan sosial pekerja dengan atasannya, khususnya bertambahnya usia harapan hidup dan menurunnya jumlah kematian bayi, dan yang tak kalah pentingnya ialah berubahnya sistem dalam peranan lembagapendidikan.
Fungsi pendidikan yang seharusnya diperankan oleh keluarga, dan juga fungsi lainnya, seperti fungsi ekonomi, rekreasi dan lain-lain, lebih banyak diambil alih oleh lembaga-lembaga, organisasi-organisasi di luar lingkungan keluarga, khususnya oleh sekolah. Jika dahulu masa anak dan remaja diartikan sebagai masa belajar dalam dunia persekolahan, sedangkan dunia orang dewasa adalah dunia kerja, kini garis batas yang memisahkan kedua kelompok usia tersebut sedang menjadi kabur
4. Alasan Perkembangan Iptek
Uraian sebelumnya telah menjelaskan betapa luasnya pengaruh perkembangan iptek dalam semua sektor pembangunan. Meskipun diakui bahwa pengaruh tersebut di dalam dunia pendidikan belum sejauh yang terjadi pada dunia pertanian, industri, transportasi, dan komunikasi. Namun invensinya didalam dunia pendidikan telah menggejala dalam banyak hal.
5. Alasan Sifat Pekerjaan
Kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan iptek disatu sisi dalam skala besar menyita pekerjaan tangan diganti dengan mesin, tetapi tidak dapat dipungkiri disisi yang lain juga memberi andil kepada munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang menyerap banyak tenaga kerja dan munculnya cara-cara baru dalam memproses pekerjaan. Akibatnya pekerjaan menuntut persyaratan kerja yang selalu saja berubah.
Implikasi Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan berlangsung dari masa bayi sampai dengan pendidikan diri sendiri pada masa manula. Seperti telah dijelaskan terdapat ciri-ciri khas PSH yang diharapkan menjiwai pendidikan masa kini dan pada masa mendatang.
Ciri-ciri yang dimaksud ialah:
Ø PSH menghilangkan tembok pemisah antara sekolah dengan lingkungan kehidupan nyata diluar sekolah.
Ø PSH menempatkan kegiatan belajar sebagai bagian integral dari proses hidup yang berkesinambungan.
Ø PSH lebih mengutamakan pembekalan sikap dan metode daripada isi pendidikan
Ø PSH menempatkan peserta didik sebagai individu yang menjadi pelaku utama didalam proses pendidikan, yang mengarah pada diri sendiri, autodidak yang aktif kreatif, tekun, bebas, dan bertanggung jawab, tabah, dan tahan bantingan, dan yang sejalan dengan penciptaan masyarakat gemar belajar.
Disamping ciri-ciri tersebut yang menjadi alasan mengapa PSH perlu digalakkan adalah:
v Pada hakikatnya belajar berlangsung sepanjang hidup
v Sekolah tradisional tidak dapat memberikan bekal kerja yang coraknya semakin tidak menentu dan cepat berubah
v Pendidikan masa balita punya peranan penting sebagai fondasi pembentukan kepribadian dan bagi aktualisasi diri
v Sekolah tradisional mengganggu pemerataan keadilan untuk memperoleh kesempatan pendidikan.
v Biaya penyelenggaraan sekolah sangat mahal
Kesimpulan dari ciri-ciri tersebut dapat dikemukakan bahwa:
Menurunnya posisi penting keluarga sebagai pendidikan, pergeseran peranan remaja, dan orang dewasa, hubungan sosial pekerja dengan pemimpin, meningkatnya emansipasi wanita dan berubahnya konsepsi pria sebagai pencari nafkan, semuanya membawa kepada keharusan akan perlunya penyesuaian dari kedua belah pihak dalam menghadapi kemajuan. Untuk itu perlu adanya model baru pelayanan yang dapat membekali semua pihak untuk secara terus menerus menggalang diri guna mengatasi tantangan zaman. Model pelayanan yang dimaksud adalah pendidikan sepanjang hidup.
Kemandirian dalam Belajar
Arti dan prinsip yang melandasi kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih-lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran.Konsep kemandirian dalam belajar bertumpu pada prinsip bahwa individu yang belajar hanya akan sampai pada perolehan hasil belajar, mulai keterampilan, pengembangan penalaran, pembentukan sikap sampai kepada penemuan diri sendiri, apabila ia mengalami sendiri dalam proses perolehan hasil belajar tersebut.
Alasan yang menopang serempak dengan perkembangan iptek ada beberapa alasan yang memperkuat konsep kemandirian dalam belajar. (Conny Setiawan, 1988: 14-16) mengemukakan alasan sebagai berikut:
ü Perkembangan iptek semakin pesat.
ü Penemuan iptek tidak mutlak benar 100 % sifatnya relative.
ü Para ahli psikologi umumnya sependapat peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak.
ü Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogianya tidak dilepaskan dari sikap dan penanaman nilai-nilai kedalam peserta didik.
Unsur-Unsur Dalam Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu:
1. Subyek yang dibimbing.
2. Orang yang membimbing.
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik.
4. Kearah mana bimbingan ditujukan.
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan.
6. Cara yang digunkan dalam bimbingan.
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung.
1. Subyek yang dibimbing.
2. Orang yang membimbing.
3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik.
4. Kearah mana bimbingan ditujukan.
5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan.
6. Cara yang digunkan dalam bimbingan.
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung.
Peserta Didik
Ciri khas didik yang perlu difahami oleh pendidik ialah:
Ciri khas didik yang perlu difahami oleh pendidik ialah:
· Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas sehingga merupakan insan yang unik
· Individu yang sedang berkembang
· Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi
· Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri
Pendidik
Yang dimaksud dengan pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikanya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah Orang tua, guru pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat
Yang dimaksud dengan pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikanya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah Orang tua, guru pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat
Interaksi Edukatif antara Peserta Didik dengan Pendidik
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujian pendidikan. Pencapai tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasikan isi, metode, serta alat-alat pendidikan
Isi Pendidikan
Didalam sistem pendidikan persekolahan, materi dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapai tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi ni bersifat nasional yang mengandung misi penendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan. Dengan demikian dan semangat Bhineka Tunggal Ika dapt ditumbuh kembangkan.
Konteks yang mempengaruhi pendidikan Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujian pendidikan. Alat pendidikan dibedakan atas yang preventif dan kuratif:
1. Yang bersifat preventif yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman.
2. Yang bersifat kuratif yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya ajakan, contoh, nasehat, dorongan, pemberian, kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.
Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
Ø Kesesuaiannnya dengan tujuan yang ingin dicapai
Ø Kesesuaiannya dengan peserta didik
Ø Kesesuaiannya dengan pendidik sebagai sipemakai
Ø Kesesuaiannya dengan situasi dan kondisi saat digunakan dengan alat tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar